Rabu, 26 Januari 2022

Virus, Vaksin, dan Islam?

Halo... sudah dua tahun COVID-19, "hidup" bersama kita di bumi pertiwi Indonesia.
Sebenarnya apa itu COVID19? Kenapa harus vaksin? Apa tidak ada cara lain selain vaksin? Kok masalah vaksin ini jadi pemaksaan ya? Vaksin tidak vaksin kan itu hak asasi setiap orang, kenapa pemerintah memaksakan? Dan pertanyaan pertanyaan lain tentang vaksin serta kaitannya dalam pandangan islam.
(Mudah-mudahan dari tulisan ini, bisa sedikit memberi gambaran dan penjelasan tentang virus dan kenapa harus vaksin? Semoga hati kita senantiasa terbuka dan ikhlas untuk menerima setiap ilmu yang diperoleh)

Covid19 atau Corona Virus Desease 19 merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan. Istilah virus berbeda dengan bakteri. Bakteri adalah makhluk hidup yang berukuran sangat kecil. Dan bakteri ini terbagi dua, ada bakteri baik yang memang diperlukan tubuh ada bakteri jahat yang bisa menyebabkan penyakit atau merugikan manusia. Lalu, jika kita terserang penyakit karena bakteri maka yang harus dilakukan adalah membunuh bakteri tersebut dengan mengonsumsi antibiotik yang berperan untuk mengurangi jumlah bakteri jahat dalam tubuh.

Sedangkan virus ini tidak bisa dikatakan makhluk hidup, karena dia hanya hidup kalau ada inang atau "rumah" tempatnya bernaung. Seperti di manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya. Sifat virus tidak ada yang menguntungkan, semuanya bersifat merugikan. Lalu, ketika seseorang terjangkit virus.. tidak ada obat yang bisa melawan. Ibaratnya, virus ini sel penjahat didalam tubuh.. harus dilawan dengan kekebalan atau tentara di dalam tubuh. Tentara yang dimaksud tidak didapatkan dari obat obatan. Karena cara membentuk tentara ini yang biasa disebut dengan sistem imun itu adalah sel sel tubuh sendiri. Jika sel tubuh yang menjadi sistem pertahanan tubuh kuat, maka virus mudah dilumpuhkan. Tapi, beberapa tentara dalam tubuh hanya melawan penjahat (virus) dengan golongan yang sama dengan dirinya. Cara memperolehnya itu tentu dengan vaksin, yang membantu membentuk kekebalan tubuh terhadap virus tertentu.

Jadi, misalkan kita sedang melakukan vaksin covid 19 berarti. Tubuh kita akan dimasukkab tentara yang membentuk sel pertahanan tubuh terhadap virus covid. Proses inilah yang kita sebut imunisasi. Proses pembentukan sistem imun di dalam tubuh. Dan ketika seseorang tediagnosa positive COVID19, karena sudah divaksin tentu gejala yang terjadi di dalam tubuhnya, tidak berat. Karena "tentara covid" sudah terbentuk sejak dilakukannya vaksinasi Covid19.

Lalu, apa yang terjadi jika seseorang tidak mau melakukan vaksin? Ya, tentu saja tentara yang menjadi pertahanan tubuhnya tidak sekuat dengan orang yg sudah di vaksin. Akibatnya, jika orang terssbut terkena virus itu maka gejala yang timbul bisa berat bahkan mungkin menyebabkan kematian.

Dan pada pertanyaan akhir, kenapa pemerintah terkesan memaksakan masyarakat harus di vaksin?

Apa yang dilakukan pemerintah itu untuk kebaikan masyarakat. Karena, dari vaksin yang dilakukan secara gencar maka akan terbentuk yang namanya Herd immunity. Herd immunity adalah ketika sebagian besar populasi kebal terhadap penyakit menular tertentu, sehingga memberikan perlindungan tidak langsung atau kekebalan kelompok bagi mereka yang tidak kebal terhadap penyakit menular tersebut.

Misalnya, jika 80% populasi kebal terhadap suatu virus, empat dari setiap lima orang yang bertemu seseorang dengan penyakit tersebut tidak akan sakit dan tidak akan menyebarkan virus tersebut lebih jauh. Dengan cara ini, penyebaran penyakit tersebut dapat dikendalikan. Bergantung pada seberapa menular suatu infeksi, biasanya 70% hingga 90% populasi membutuhkan kekebalan untuk mencapai kekebalan kelompok.
(Infeksiemerging.kemenkes.go.id)
Nah, jika kita termasuk kelompok 70% yang mampu untuk menciptakan herd immunity, why not for vaccinated?
Karena, herd immunity ini tidak akan terbentuk jika hanya 50% saja jumlah penduduk yg divaksin dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia.

Hal tersebut juga dilakukan pemerintah untuk pertumbuhan masyarakat yang lebih baik, pertumbuhan disini bukan hanya mengenai kesehatan. Tapi pertumbuhan ekonomi negara dan yang lainnya. Yang dimana semua sektor ini saling terhubung, akibat pandemi semua merasakan kerugiannya. Pemerintah tidak hanya mengatur 1, 2 wilayah saja, melainkan seluruh masyarakat indonesia dari ujung sabang sampai merauke. . Itulah kenapa pemerintah mewajibkan seluruh masyarakatnya untuk di vaksin. Vaksin ini, melewati banyak proses, banyak percobaan, banyak tahapan sampai pada distribusi yang aman. Dan tentu saja Halal. Halal dalam acuan Majelis Ulama Indonesia. 

Kalau mengacu pada ajaran Islam, jika ada yang berpandangan "aaahhh.. corona ini buatan luar yang ingin mengurangi ummat Islam, Ummat Nabi Muhammad SAW" . Bukankah ini, termasuk fitnah terhadap orang luar yg dimaksud? Bukankah itu termasuk su'udzon ? sebelum saya menjelaskan lebih jauh yuks, istighfar dulu. Astaghfirullah

Sudah, istighfarnya?
Kalau sasarannya umat muslim, yang katanya kasus positive selalu menibgkat saat hari-hari besar Islam, lalu Kenapa pemerintah Arab Saudi membatasi umat islam yg ingin melaksanakan umroh dan ibadah haji saat pandemi? Dan ketika pintu Masjidil Haram sudah terbuka untuk rakyat Indonesia, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi pun mewajibkan setiap jemaah untuk melakukan vaksin pfizer.
Dari gambaran itu saja kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa vaksin ini tidak hanya gencar di Indonesia. Melainkan di Luar negeripun demikian.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Dia juga menurunkan obatnya
(Abdul Aziz 1999 ; al-Bukhari 2003)”.

Obat merupakan antara sekian banyak rahasia milik Allah S.W.T. Siapa yang Allah S.W.T. berikan petunjuk kepadanya, dia amat beruntung baik dari aspek usia, ilmu maupun hartanya. Sedangkan siapa yang tidak memperolehi jalan mencapainya, dia telah kehilangan kebaikan yang banyak (Abdul Rasit 2017: 110).

Bagaimanakah pandangan Islam mengenai vaksin? Apakah penggunaannya dibolehkan atau diharamkan dalam Islam? Kata vaksin maupun  hukum mengenai vaksin serta bahan-bahannya memang sudah jelas tidak ada secara harafia atau tertulis langsung di dalam al-Quran mupun hadis nabi s.a.w. Meski begitu, apakah hukum mengenai penggunaan vaksin ini dibenarkan dengan ‘mudah’ dalam Islam? Walaupun tidak ada dalil pasti yang menyatakan tentang vaksinasi secara nyata. Namun, ada dalil yang merujuk pada konsep pencegahan penyakit. Seperti kata kunci dalam dunia pengobatan ialah ‘mencegah lebih baik daripada mengobati.

Islam sangat menganjurkan pencegahan sesuatu penyakit menggunakan kaedah pengobatan yang halal di sisi Allah S.W.T. dan sama sekali melarang cara pengobatan dengan menggunakan benda atau sesuatu yang haram serta memudaratkan sebagaimana yang diriwayatkan daripada Ummu Darda’, daripada Abu Darda’, dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda yang maksudnya:
“Sesungguhnya Allah S.W.T. menurunkan penyakit berserta obatnya dan menciptakan penawar untuk setiap penyakit, maka berobatlah. Tetapi jangan berobat dengan yang haram"

Namun, jika tetap tidak ingin melakukan vaksin sedangkan covid19 tetap merajalela. Yang bisa dilakukan ialah tetap di rumah saja. Tidak bepergian yang tidak penting. Dan menjaga kesehatan ala Tibbunnabawi. Karena Nabis SAW pun sudah memperingati dalam hadisnya untuk tidak bepergian ketika terjadi suatu wabah.

Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh,” (HR Bukhari dan Muslim)

Dan jika masih ada dalam diri ini ingin menentang pemerintah.. mungkin kita butuh mengingat kembali mengenai Al hadis serta ayat Alquran sebagai pendukungya.

Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun ia seorang hamba sahaya habasyah” (HR. At Tirmidzi)

Dalam pemilihan pemimpin secara syariat, hamba sahaya tak mungkin menjadi pemimpin karena semua ulama menyatakan bahwa syarat pemimpin adalah merdeka dan bukan hamba sahaya. Bila ia menjadi pemimpin pasti dengan cara yang tidak sesuai dengan syariat. Namun Nabi ` tetap menyuruh kita untuk menaatinya. Nabi ` juga mengabarkan akan adanya pemimpin yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Beliau bersabda,   “Nanti setelah aku akan ada pemimpin pemimpin yang tidak mengambil petunjukku dan tidak pula melaksanakan sunnahku. Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka” (H.R. Muslim no. 1847).

Hadits ini tegas menunjukkan bahwa walupun mereka tidak mengambil petunjuk nabi dan sunnahnya, tetap harus ditaati dalam hal yang ma’ruf. Ini sebagai bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa bila pemimpin itu berhukum dengan selain hukum Allah maka tidak disebut ulil amri. Hadits ini juga membantah orang yang mengkafirkan setiap penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara mutlak. Namun bukan berarti kita menyetujui perbuatan mereka. Wallahu a’lam.

Wajib Baiat Kepada Ulil Amri

Baiat ialah perjanjian untuk mendengar dan taat kepada pihak yang berkuasa atas urusan kaum muslimin (ulil amri). Baiat berlaku bagi setiap orang yang berada di dalam kekuasaannya. Menjaga janji dalam baiat hukumnya wajib, Allah l berfirman, “Bahwa orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka, maka barang siapa melanggar janji, sesungguhnya dia melanggar janjinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Dia akan memberinya pahala yang besar” (Q.S. al Fath [48]: 10).

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (no. 1851), dari Abdullah ibn Umar k, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah ` bersabda, “Barangsiapa melepas tangannya (baiatnya) dalam mentaati pemimpin, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dengan tanpa memiliki hujjah, dan barangsiapa meninggal dalam keadaan tiada baiat di pundaknya maka matinya seperti mati jahiliyah.”Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) v, sebagaimana dalam Ushul As Sunnah hal. 64, berkata, “Wajib mendengar dan menaati para pemimpin dan amirul mukminin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan). Wajib pula menaati pemegang kuasa suatu kekhilafahan, dan setiap pemimpin yang disepakati oleh masyarakat, ataupun penguasa yang mengalahkan suatu wilayah dengan pedang (peperangan) hingga ia menjadi khalifah yang disebut amirul mukminin di wilayah tersebut.”

Semoga Allah SWT melindungi kita dari pemimpin atau pemerintah yang berbuat dzolim. Serta wabah ini segera pergi dan tak perlu kembali lagi, hehehhe


(Nih, saya lampirkan beberapa bacaan rujukan berkaitan hal ini. Sebagai bukti bahwa apa yang saya tuliskan berdasarkan jurnal-jurnal penelitian)

*Daftar Pustaka
Ahmad Hisham Azizan. 2018. Kandungan vaksin (vaccine ingredients): Satu analisa menurut perspektif Islam.
BITARA International Journal of Civilizational Studies and Human Sciences 1(4): 61-70.

Abdul Aziz, Soleh. 1999. Kutub al-Sittah. al-Riyad: Dar al-Salam li al-Nashr wa al-Tawzi‘.

Kemenkes.go.id

https://dppai.uii.ac.id/ulil-amri-dan-wajibnya-taat-kepadanya-dalam-kebaikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar