Minggu, 01 April 2012

kenaikan BBM dalam pandang kacamata saya -red:mahasiswi tingkat dasar


Sungguminasa, 27 Maret 2012

 

Akhir-akhir ini, kenaikan BBM menjadi rate paling atas dari pembicaraan orang-orang. Bahkan tidak sedikit yg berselisih paham tentang argumen yg mengetakan setuju atau tidak setuju. Hal ini sebenarnya bukan soal setuju atau tidak setuju, maupun tepat atau tidak tepat.  Kenaikan BBM ini cukup menjadi sedikit tekananan tersendiri bagi sebagian masyarakat. Termasuk para pekerja transportasi umum –red:supir angkutan umum , para pelajar, industry pabrik. Ataupun golongan masyarakat yg masihh menggunakan kompor minyak. Jika kta kupas lebih lanjut  Yang menyebabkan terjadinya percekcokan satu sama lain sebenarnya ialah  tidak adanya transparansi APBN yg dikelola oleh pemerintah tersebut, sehingga sebgaian golongan mengkhawatirkan kenaikan harga minyak dunia menjadi “kedok” Para pemimpin untuk menaikkanpula harga BBM dalam negeri ini . Wajar saja jika sebagian besar menolak kenaikan BBM . Disisi lain ini menjadi dilema tersendiri untuk pemerintah, itu jika kita lihat dari sudut pandang pemerintah.

 Akan tetapi, sesungguhnya yang terkena dampak kenaikan BBM secara langsung adalah masyarakat menengah ke atas. Kesimpulan ini diambil dari kenyataan bahwa pengucuran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Bahan bakar premium atau bensin yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat kecil, selama ini dinikmati juga oleh masyarakat kalangan menengah ke atas atau sebut sajalah masyarakat yang memiliki mobil. Seperti yang kita saksikan, banyak mobil yang selama ini menggunakan premium, bukan pertamax atau selain premium seperti yang seharusnya. Sebenarnya, rencana pemerintah menaikkan harga BBM dijadikan sebagai momentum untuk menyuarakan aspirasi tentang buruknya kinerja pemerintah yang terus menerus. Dengan kenyataan bahwa sejak turunnya rezim Soeharto, sudah lama sekali tidak ada aksi turun jalan secara besar-besaran di Indonesia. Apalagi, mahasiswa atau kelompok masyarakat yang suka demo lainnya, sekarang dikenal pamrih. Maksudnya adalah harus didengar aspirasinya. Kalau tidak, ya bisa fatal akibatnya.

Tapi, bisakah sy mengajak para pembaca untuk berandai sesesaat  “seandainya kita yg duduk di kursi pemerintahan tersebut, mengalami hal ini, dalam artian mendapat kasus Bahwa harga minyak dunia sedang naik drastis. Apakah yg bisa kita lakukan? Apakah juga mengambil kebijakan menaikkan harga BBM ini?” itu artinya sama saja pemikiran kita dengan pemrintah itu kan. Atau kebijakan yg seperti apa yg akan kita ambil jika seandainya kita berada diposisi mereka

4 komentar: