Laman

Sabtu, 28 Juli 2012

Itu AYAH dan ini SAYA



Semakin meningkatnya pertambahan usia ku, semakin ku pelajari tentag sosok ayahku yang menjadi idola untukku dan mungkin untuk ke dua saudariku. Ya, sejak dulu saya selalu mengidolakannya. Dan bangga atas sosoknya. Ayah.
Orang-orang disekitarku atau pun para rekanan ibu ku , akan berkata begini  ‘ihh.. miripnya bapaknya’ itu kaliimat yng terlntar ketika mereka melihat saya. Menurut mereka saya ini hasil fotocopy yang berubah jenis kelamin dari ayah -_-“
Saya tidak pernah mengiyakan ataupun tidak setuju, karena saya hanya akan tersenyum ketika orang-orang berkata seperti itu. Kalimat-kalimat serupa itu lah yang mendorong dan memotifasi saya untuk menjadi seperti ayah. Ingatan saya masih sangat jelas tentang pertanyaan umum para orang tua yang ajukan kepada anak kecil “nanti klo sudah besar mau jadi apa” seperti lirik lagu waktu saya masih kanak-kanak ‘susan..susan.. klo gede’ mau jadi apa? Kepingin pintar biaar jadi dokter’ (remember it?) tapi saya tidak akan menjawab akan jadi dokter, melainkan “mau kaya’ ayah jadi insinyur”. Sampai duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama pun sy masih menanamkan tekad untuk jadi insinyur itu. Hingga tiba masa sekolah akhir yang mengubah secra perlahan-lahan paradigm berpikir saya utk jadi insinyur dan juga semakin ku temui kesulitan subject fisika yang membuatku menyerah.
seiring berjalannya kehidupanku, ku temui diriku berada pada tahap pendewasaan diri. Hidup bergaul, berkelompok, berorganisasi dan semcamnya. Dulu, kau dapat mendapati diriku sebagai orang yang berprestasi, mendapat juara kelas. Aktif ikut lomba pidato dan semacamnya. Itu begitu ku nikmati. Hanya saja terkadang sy tidak sadar bahwa semakin lama, persaingan kehidupan semakin ketat. Dan baru ku sadari ternyata saya ini adalah seorang yang begitu cepat down setelah beberapa masalah berat dihadapkan olehku. Prestasi tak secemerlang dahulu, mulai ogah dgn belajar. Tapi dgn itu semua sy mencoba beljar lebih baik lagi.
Pagi tadi, ayah menasihatik ku dgn berbagai macam harapannya. Di tambah perbandingan dgn sadariku, dan juga perbandingan pada zamannya. Saya hanya berkila sesekali utk membela diriku. Untuk kesekian kalinya baru ku pahami, bahwa ternyata aku dan ayah sangat berbeda. Orang-orang bilang, aku dan ayah itu sama. Secara fisikli ataupun sikap. Entah itu penyabar, pendiam dsb (ini ngga narsisi kan?)
Aku menyimpulkan bahwa ayah adalah orang yang cari tau dulu baru mencoba. Sedangkan saya , melalui keduanya secara bersamaan. Sambil mencoba juga sambil belajar. (bingung??? Baiklah sy kasi gambaran. Misalnya ada tangga kayu yang hendak di naiki menuju ke puncak atap, maka ayah akan mencari tau dulu bagaimna cara menaiki anak tangga itu sebelum menaikinya agar tidak terjatuh. Sedangkan yang ada pada saya yaitu, saya akan langsung naik tanpa cari tau terlebih dahulu baggaimna menaiki anak tangga tersebut makanya pada anak ttangga pertama saya biasanya akan terjatuh, karena saya tidak tau apa-apa sebelumnya. Keseringan sy jatuh pada awal-awal maka saya pun akan mahir hingga berada pada pertengahan anak tangga menuju puncak atap. Meskipun itu membutuhkan waktu yang lebih lama di banding prinsip kehidupan ayah. Jadi bersabarlah yah, saya akan samapai pada puncak atap itu !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar